
JAKARTA - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan harga sebenarnya berbagai komoditas energi dan non-energi yang dikonsumsi masyarakat jika tanpa subsidi. Selama ini, harga yang lebih terjangkau bagi masyarakat dijamin oleh APBN melalui subsidi dan kompensasi.
"Selama ini pemerintah menanggung selisih antara harga keekonomian dan harga yang dibayar masyarakat melalui pemberian subsidi dan kompensasi baik energi maupun non energi," kata Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI.
Menurut Purbaya, penjelasan ini penting agar masyarakat memahami besarnya kontribusi pemerintah dalam menjaga daya beli dan stabilitas ekonomi, terutama terkait kebutuhan pokok dan energi.
Baca JugaProyek Waste to Energy: Solusi Atasi Sampah dan Hasilkan Energi Listrik
Subsidi BBM dan Minyak Tanah: Pemerintah Menanggung Selisih Besar
Contoh paling mencolok terlihat pada BBM bersubsidi. Harga solar sebenarnya mencapai Rp 11.950/liter, tetapi masyarakat hanya membayar Rp 6.800/liter. Dengan demikian, APBN menanggung selisih sebesar Rp 5.150/liter.
Sementara itu, Pertalite yang harganya seharusnya Rp 11.700/liter dijual ke masyarakat Rp 10.000/liter. "Sehingga APBN harus menanggung Rp 1.700/liter atau 15% melalui kompensasi," jelas Purbaya.
Minyak tanah yang masih disubsidi juga mengalami selisih cukup besar. Harga aslinya Rp 11.150/liter, tetapi masyarakat hanya membayar Rp 2.500/liter. Artinya pemerintah menanggung Rp 8.650/liter atau sekitar 78% dari harga keekonomian.
Besarnya subsidi ini menunjukkan upaya pemerintah menjaga daya beli masyarakat sekaligus memastikan kebutuhan energi tetap terjangkau.
LPG dan Listrik: Subsidi Menjadi Alat Keberpihakan Fiskal
Subsidi LPG 3 kg menjadi contoh nyata keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat berpendapatan rendah. Harga asli LPG 3 kg Rp 42.750/tabung, namun masyarakat cukup membayar Rp 12.750. APBN menanggung selisih Rp 30.000/tabung.
Begitu pula listrik rumah tangga 900 VA bersubsidi, pemerintah menanggung Rp 1.200/kwh dari harga asli Rp 1.800/kwh. Masyarakat cukup membayar Rp 600/kwh. Untuk listrik rumah tangga non-subsidi 900 VA, pemerintah tetap menanggung Rp 400/kwh dari harga asli Rp 1.800/kwh, sehingga harga yang dibayar masyarakat Rp 1.400/kwh.
Menurut Purbaya, subsidi listrik tidak hanya untuk rumah tangga miskin, tetapi juga sebagai mekanisme menjaga keseimbangan ekonomi dan sosial. Dengan subsidi, masyarakat tetap bisa menikmati listrik dengan harga terjangkau.
Pupuk: Subsidi Mendukung Ketahanan Pangan
Selain energi, pemerintah juga menanggung selisih harga pupuk untuk mendukung sektor pertanian. Pupuk urea yang seharusnya dijual Rp 5.558/kg, masyarakat cukup membayar Rp 2.250/kg. Selisih Rp 3.308/kg ditanggung APBN, setara 59% dari harga asli.
Pupuk NPK juga mendapatkan perlakuan serupa. Harga aslinya Rp 10.791/kg, tetapi masyarakat hanya membayar Rp 2.300/kg. Dengan demikian, APBN menanggung Rp 8.491/kg.
Subsidi pupuk ini menjadi bentuk keberpihakan fiskal pemerintah untuk menjaga produksi pertanian tetap stabil sekaligus memastikan harga pangan tetap terjangkau bagi masyarakat.
Evaluasi Subsidi Agar Tepat Sasaran
Purbaya menegaskan bahwa subsidi dan kompensasi yang diberikan pemerintah akan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran dan berkeadilan. Upaya ini dilakukan untuk memastikan bantuan tidak hanya menguntungkan segmen tertentu, tetapi memberikan manfaat luas bagi masyarakat.
“Ini adalah bentuk keberpihakan fiskal yang akan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran dan berkeadilan,” ujar Purbaya.
Dengan transparansi mengenai besaran subsidi, masyarakat diharapkan lebih memahami kebijakan fiskal pemerintah. Hal ini juga menjadi dasar untuk perumusan kebijakan ke depan agar bantuan yang diberikan lebih efektif dan efisien.
Dampak Subsidi Terhadap APBN dan Ekonomi
Subsidi energi, listrik, LPG, dan pupuk berdampak langsung terhadap beban APBN. Meskipun menekan anggaran, subsidi juga berfungsi menjaga stabilitas sosial dan ekonomi, terutama daya beli masyarakat berpenghasilan rendah.
Selain itu, subsidi ini memiliki efek multiplikasi terhadap konsumsi masyarakat. Misalnya, biaya listrik dan energi yang terjangkau memungkinkan rumah tangga memiliki sisa pendapatan untuk kebutuhan lain, sementara petani tetap dapat membeli pupuk dengan harga terjangkau sehingga produksi pangan tidak terganggu.
Kebijakan ini sekaligus menjadi instrumen fiskal untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan.

Nathasya Zallianty
wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Proyek Waste to Energy: Solusi Atasi Sampah dan Hasilkan Energi Listrik
- Rabu, 01 Oktober 2025
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
JNE Apresiasi Karyawan Lewat Program Umrah Bersama Keluarga
- 01 Oktober 2025
2.
3.
Starbucks Tutup 100 Toko, Strategi Perbaiki Penjualan AS
- 01 Oktober 2025
4.
Astra Akuisisi Mega Manunggal Property Senilai Rp3,34 Triliun
- 01 Oktober 2025
5.
Abadi Nusantara Hijau Akuisisi Dua Perusahaan Tambang Mineral
- 01 Oktober 2025