JAKARTA - Indonesia menghadapi krisis sampah yang semakin mengkhawatirkan. Menurut CEO Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara, Rosan Roeslani, volume sampah yang terus meningkat di kota-kota besar sudah mencapai titik darurat.
Untuk menanggulangi masalah ini, pemerintah dan Danantara menyiapkan program Waste to Energy (WtE), yakni pengolahan sampah menjadi energi listrik. Proyek ini menjadi prioritas utama yang digarap langsung oleh Danantara.
"Darurat sampah ini sudah semakin luar biasa, tidak hanya di Jakarta, tetapi banyak di kota-kota besar lainnya, dan kami meyakini bahwa waste to energy adalah solusi jangka panjang yang bisa menyatukan isu lingkungan, kesehatan, dan energi," ujar Rosan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengolah Sampah Menjadi Energi di Wisma Danantara, Jakarta Selatan.
Volume Sampah Indonesia: Ancaman Nyata Lingkungan
Rosan menjelaskan, Indonesia menghasilkan sampah hingga 35 juta ton per tahun, setara dengan 16.500 lapangan sepak bola. Angka ini cukup untuk menutupi wilayah Jakarta dengan ketebalan 20 cm, menandakan besarnya tantangan pengelolaan sampah di ibu kota dan kota-kota besar lainnya.
"Kalau kita lihat 3,5 juta ton sampah itu menutupi seluruh Jakarta dengan lapisan kurang lebih 20 centimeter. Jadi bisa dibayangkan begitu banyak sampah yang kita hasilkan setiap tahunnya," jelas Rosan.
Data ini menunjukkan bahwa tanpa pengelolaan yang tepat, krisis sampah tidak hanya akan merusak estetika kota, tetapi juga menimbulkan risiko kesehatan dan lingkungan yang serius.
Saat ini, sekitar 61% sampah di Indonesia tidak terkelola dengan baik, dibuang sembarangan atau dibakar terbuka. Praktik ini berdampak langsung pada pencemaran udara, tanah, dan air, serta meningkatkan risiko kesehatan bagi masyarakat.
Sementara itu, 38% sampah sudah terkelola, melalui proses pengumpulan, pemilahan, dan pengangkutan ke pusat pengolahan sampah. Namun, gas metana yang dihasilkan di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) masih menyumbang 2–3% emisi gas rumah kaca nasional.
"Metana ini jauh lebih berbahaya dibanding CO2 serta dapat menimbulkan polusi udara, air, dan tanah yang mengancam masyarakat," tambah Rosan.
Waste to Energy: Solusi Lingkungan dan Energi
Program Waste to Energy menjadi strategi utama untuk mengatasi krisis sampah sekaligus memanfaatkan sampah sebagai sumber energi listrik. Setiap proyek WtE dirancang untuk menampung ribuan ton sampah per hari dan menghasilkan listrik yang dapat digunakan untuk rumah tangga maupun industri.
Menurut Rosan, proyek WtE akan digelar di beberapa kota prioritas, termasuk Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan beberapa kota besar lainnya. Dengan kapasitas minimal 1.000 ton per hari, proyek ini diharapkan dapat menghasilkan sekitar 15 MW listrik, setara kebutuhan listrik untuk 20.000 rumah tangga.
Selain memproduksi energi, WtE juga membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dari TPA. Sampah yang dikelola dengan baik melalui teknologi insinerator atau proses pirolisis dapat menurunkan emisi metana sekaligus mengurangi risiko pencemaran lingkungan.
Danantara menargetkan proyek ini mulai berjalan pada akhir Oktober 2025. Selain membangun fasilitas, Danantara juga membuka kerja sama dengan pihak swasta, BUMD, dan pemerintah daerah untuk memastikan proyek WtE dapat berjalan optimal.
"Program ini bukan hanya solusi energi, tetapi juga solusi kesehatan dan lingkungan. Dengan mengubah sampah menjadi listrik, kita mengurangi polusi, mengurangi emisi, dan menciptakan energi baru yang bermanfaat," terang Rosan.
Dampak Proyek Terhadap Kota dan Masyarakat
Proyek WtE memiliki efek multiplikasi bagi kota-kota besar. Sampah yang diolah menjadi energi tidak hanya mengurangi volume di TPA, tetapi juga meningkatkan kualitas udara dan sanitasi lingkungan.
Selain itu, proyek ini membuka peluang kerja baru di sektor pengelolaan sampah, teknik energi, dan pemeliharaan fasilitas listrik. Partisipasi swasta dan BUMD diharapkan dapat mempercepat implementasi dan memastikan proyek berjalan berkelanjutan.
Rosan menekankan, keberhasilan proyek WtE membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, investor, dan masyarakat. Kesadaran masyarakat dalam memilah sampah sejak rumah tangga juga menjadi faktor penting agar proyek berjalan maksimal.
"Ini bukan sekadar soal energi, tetapi soal menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan kota yang lebih bersih. Semua pihak harus terlibat," kata Rosan.
Dengan implementasi Waste to Energy, Indonesia berharap bisa mengurangi beban sampah sekaligus memanfaatkan potensi energi yang tersimpan. Proyek ini menjadi salah satu tonggak penting dalam strategi nasional menangani darurat sampah, memperkuat ketahanan energi, dan mendukung kualitas hidup masyarakat.